Crush
On You
Lagi,
lagi, dan lagi perasaan itu muncul. Perasaan yang disenangi banyak orang tetapi
terselip luka di dalamnya. Teringat 2 tahun aku pernah menyukai sesorang
lelaki, aku bertemu dengannya saat masuk kuliah. Mungkin ini yang disebut cinta
pada pandangan pertama, tak ada yang kulihat selain dirinya hari itu. Sulit bagiku
untuk mengetahui siapa namanya, di mana dia tinggal semua itu harus aku cari
dengan suah payah selama berbulan-bulan. Yang aku harapkan pada saat itu
hanyalah bertemu dengannya, selalu aku berdoa untuk bertemu dengannya tanpa aku
ketahui namanya.
Sampai
pada akhirnya aku mengetahui namanya, begitu senangnya aku hanya dengan tahu
namanya saja aku sudah sebahagia ini. Perasaan apa ini, tak pernah aku merasa
seperti ini seakan ingin berteriak karena sesuatu hal yang konyol. Tapi kebahagiaanku
hanya bertahan beberapa menit, seorang temanku yang memberi informasi namanya
mengatakan jika dia sudah memiliki pacar. Bisakah kalian rasakan? Teramat sakit
mendengarnya karena aku juga mengenal siapa pacarnya itu. Hingga aku merenung
harus aku apakan perasaan ini, sudah terlalu dalam aku menyimpan rasa untuknya,
haruskah aku membuang perasaan ini atau meneruskan perjuanganku untuk bisa
dekat dengannya.
Dia
aku kira jauh untuk dijangkau ternyata sangat dekat, banyak temanku yang satu
kelas dengannya. Yang aku punya darinya hanyalah nomer ponselnya, bingung harus
aku apakan. Mungkin seorang wanita akan berfikir gengsi untuk memulai, tapi apa
itu juga yang harus aku lakukan? Apa yang aku dapat jika gengsi itu aku tanam? Susah
payah aku tahu siapa dia tapi aku hanya diam saja saat aku punya nomer
ponselnya? Oh no, mungkin aku juga
gila jika aku mengirimnya pesan dan mengajaknya berkenalan.
Ntah
apa yang aku fikirkan sampai aku benar-benar gila dan mengirimnya sms. Apa aku
sudah terlalu dalam jatuhkan hatiku padanya? My God, tak sadar apa yang aku lakukan akan menyakiti hatiku
senidri, kesalahan ku sendiri yang melukis luka di hatiku. Awalnya mungkin sama
dengan orang pada umunya jutek dan cuek, tetapi aku gunakan kelihaianku dalam
merangkai kata yang membuatnya nyaman denganku, sampai dia cerikan pacarnya itu
padaku. Apa ini resiko yang ku ambil? Terluka di atas bahagianya oarang yang
aku sukai. Yang kufikir saat itu adalah membuatnya nyaman dengan ku, sampai
pada waktu pertengahan malam aku mendapati dia mengirim pesan “Ki bangun, ayo shalat”. Mataku yang
langsung membelalakan, dia menambah kadar sukaku ini. Padahal belum lama aku
berkomunikasi dengannya. Dan pagi itu juga pukul 5 pagi ada satu pesan lagi,
aku ambil ponselku dan melihat namanya. Terlintas di benakku, apa ini? Kenapa seperti
ini? Perasaan senang yang bertubi-tubi? Aku harus senang atau sedih?. Dia yang
baru mengenalku, bahkan aku fikir aku adalah orang asing dalam hidupnya
memberitahu jika ia telah putus dengan pacarnya. Semudah ini aku dekati dia
dengan perjuanganku sebelumnya untuk mendekatinya?, tapi aku tak berfikir sejauh
itu aku hanya menikmati apa yang aku rasakan pada saat itu.
Namanya
aku sebut dalam setiap baris doaku. Tak mudah aku jatuhkan hati ini padanya,
karena aku sadar dan tahu bagaimana akhir cerita ini. Selalu aku berharap agar
dapat dekat dengannya, bercerita layaknya seorang yang sedang PDKT. Aku terus
menjaga sikap ucapanku agar dia selalu nyaman bersamaku, mungkin itu yang
sering dilakukan banyak orang ketika dia memutuskan untuk jatuhkan hatinya
kepada seseorang. Terkadang kita pun harus menjadi orang lain agar seseorang
juga menjatuhkan hatinya untuk kita. Aku menyukai, sangat menyukainya sampai
apapun yang aku lihat dari dirinya aku menyukainya. Perasaan yang begitu lama
aku tanam, aku pun tak tahu apa yang aku lakukan. Menyakiti atau meyakinkan???
Aaahh ntahlah yang aku tahu saat itu aku benar-benar menyukainya.
Hingga
sampai di malam itu dia bertanya padaku, apakah aku menyukainya?. Aku bingung, takut
dan bermacam-macam perasaan saat itu aku rasakan. Pertanyaan apa ini? Yang menurutku
aneh, yang menurutku aku seharusnya senang, tetapi belum lama itu dia baru saja
putus dengan pacarnya. Apa dia ingin menjadikan ku sebuah pelarian?????? Tak mungkin
aku berkata seperti itu dengannya, berkali-kali aku menghapus pesan. Haruskah aku
mengatakan “iya aku menyukaimu, sangat
sangat menyukaimu”, tapi aku akan terlihat seperti orang yang bodoh. Sampai
akhirnya aku memutuskan untuk bilang jika aku tidak menyukainya, hal yang lebih
bodoh lagi yang aku lakukan. Harus bagaimana aku jika dia menjauh?
Waktu
berlalu dari hati itu, aku merasakan penyesalan tapi juga aku senang karena
mungkin aku tidak dijadikan pelarian untuknya. Aku masih berdoa agar selalu
bertemu dengannya dan Tuhan selalu mengabulkannya, mempermudah yang aku
inginkan. Tapi jika sebuah cinta hanya diperjuangkan oleh seorang saja, bisakah
ada sebuah hubungan??? Itu yang aku pertimbangkan, hingga aku mulai untuk
memperjauh jarakku dengannya. Aku minta pada Tuhan untuk jauh dengannya, Dia
pun mengabulkan. Barantakan semua hatiku, Tuhan mengizinkan aku dekat dengannya
tapi juga memberiku restu untuk jauh darinya, apa? apa? sementara hati ini
masih jatuh untuknya.
Tiba
waktu itu saat aku tak tahan dengan semua perasaan ini, dengan semua gejolak
yang aku rasakan. Aku beranikan diri untuk menyatakan ini tanpa berharap lebih
dari semuanya, yang aku harapkan dia tak punyai rasa ilfil terhadapku. “Aku menyukaimu, aku hanya ingin mengatakan
ini hanya untuk menenangkan hatiku, meyakinkan jika aku memang menyukaimu”, aku
kirim pesan itu padanya dengan berfikir panjang sebelum aku melakukannya, aku
menyiapkan hatiku untuk sakit.
Sejak
saat itu, mungkin aku tidak lagi menjatuhkan hatiku pada orang lain. Pandangan
pertama yang terlihatnya indah ternyata menyimpan luka yang sangat dalam,
perasaan yang menggebu-gebu sepanjang perjalannan kisah itu. Aku sadar Tuhan
memberikan perasaan bahagia, sedih bahkan sakit seperti yang aku alami hanya
untuk mengajarkan untuk kuat, untuk berfikir lebih luas dalam mengartikan kata “CINTA”. Aku sendiri bukan berarti aku
tak memiliki siapapun, masih ada teman-temanku yang membuat hari-hari bahagia
tanpa adanya seorang lelaki yang duduk di hatiku. Aku kutip kalimat ini dari
sebuah buku yang aku baca “Barangkali
Tuhan sedang tidak ingin kamu jatuh cinta, agar kamu bisa mencintai dirimu
lebih lama”.
0 komentar:
Posting Komentar